Lahan Gambut

Proses Pembentukan Lahan Gambut
Lahan gambut merupakan lahan yang terbentuk dari serasah dan sisa-sisa mahkluk hidup lainnya yang belum terdekomposisi secara sempurna oleh bakteri aerob karena lahan yang awalnya selalu tergenang oleh air sehingga bakteri tidak dapat mendekomposisinya, sehingga serasah yang tidak terdekomposisi tersebut menumpuk.

Lahan gambut memiliki sifat anaerob, yang mengakibatkan terhambatnya perkembangan bakteri pengurai aerob. Sudah jelas jika perkembangan pengurai terhambat, maka proses dekomposisinya juga terhambat an menumpuklah serasah yang tidak terurai tersebut.

Klasifikasi Gambut
Secara umum dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau Histosols yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis (BD) dalam keadaan lembab < 0,1 g cm-3 dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0,1 g cm-3 dengan tebal > 40 cm.

Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya.

Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi:
  • Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%.
  • Gambut hemik (setengah matang) (Gambar 2, bawah) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 – 75%.
  • Gambut fibrik (mentah) (Gambar 2, atas) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75% seratnya masih tersisa.

Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi:
  • Gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatif subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau laut.
  • Gambut mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang
  • Gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik
Gambut di Indonesia sebagian besar tergolong gambut mesotrofik dan oligotrofik (Radjagukguk, 1997). Gambut eutrofik di Indonesia hanya sedikit dan umumnya tersebar di daerah pantai dan di sepanjang jalur aliran sungai. Tingkat kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan basa-basa, bahan substratum/dasar gambut dan ketebalan lapisan gambut. Gambut di Sumatra relatif lebih subur dibandingkan dengan gambut di Kalimantan.

Berdasarkan lingkungan pembentukannya, gambut dibedakan atas:
  • Gambut ombrogen yaitu gambut yang terbentuk pada lingkungan yang hanya dipengaruhi oleh air hujan
  • Gambut topogen yaitu gambut yang terbentuk di lingkungan yang mendapat pengayaan air pasang. Dengan demikian gambut topogen akan lebih kaya mineral dan lebih subur dibandingkan dengan gambut ombrogen.

Berdasarkan kedalamannya gambut dibedakan menjadi:
  • Gambut dangkal (50 – 100 cm),
  • Gambut sedang (100 – 200 cm),
  • Gambut dalam (200 – 300 cm), dan
  • Gambut sangat dalam (> 300 cm)

Berdasarkan proses dan lokasi pembentukannya, gambut dibagi menjadi:
  • Gambut pantai adalah gambut yang terbentuk dekat pantai laut dan mendapat pengayaan mineral dari air laut
  • Gambut pedalaman adalah gambut yang terbentuk di daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi hanya oleh air hujan
  • Gambut transisi adalah gambut yang terbentuk di antara kedua wilayah tersebut, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut.
Sumber : Agus, F. dan I.G. M. Subiksa. 2008.
Sumber : Bahan Kuliah Kehutanan UNIVERSITAS PALANGKARAYA 2009-2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenis Tanaman Kehutanan

Kategori Tingkat Pertumbuhan Pohon

Agroforestry